Senin, 31 Desember 2012

Sinopsis Biografi : Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani

Jenderal TNI Anumerta Achmad Yani adalah adalah seorang pahlawan revolusi dan nasional Indonesia. Beliau lahir di Purworejo, 19 Juni 1922 serta wafat di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965. Pendidikan formal diawalinya di HIS (setingkat Sekolah Dasar) Bogor, yang diselesaikannya pada tahun 1935. Kemudian beliau melanjutkan sekolahnya ke MULO (setingkat Sekolah Menegah Pertama) kelas B Afd. Bogor. Dari sana beliau tamat pada tahun 1938, selanjutnya beliau masuk ke AMS (setingkat Sekolah Menengah Umum) bagian B Afd. Jakarta. Sekolah ini dijalaninya hanya sampai kelas dua pada tahun 1940.
Achmad Yani kemudian mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan secara lebih intensif di Bogor. Dari sana beliau mengawali karir militernya dengan pangkat Sersan. Kemudian setelah tahun 1942 yakni setelah pendudukan Jepang di Indonesia, beliau juga mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan selanjutnya masuk tentara Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor.
Berbagai prestasi pernah diraihnya pada masa perang kemerdekaan. Achmad Yani berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, beliau diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto. Ketika Agresi Militer Pertama Belanda terjadi, pasukan Achmad Yani yang beroperasi di daerah Pingit berhasil menahan serangan Belanda di daerah tersebut. Maka saat Agresi Militer Kedua Belanda terjadi, beliau dipercayakan memegang jabatan sebagai Komandan Wehrkreise II yang meliputi daerah pertahanan Kedu.
 Setelah Indonesia mendapat pengakuan kedaulatan, ia diserahi tugas untuk melawan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) yang membuat kekacauan di daerah Jawa Tengah. Gerakan DI/TII di Jawa Tengah sebenarnya adalah bagian daripada gerakan DI/TII di Jawa Barat. Ketika itu dibentuk pasukan Banteng Reiders yang diberi latihan khusus hingga pasukan DI/TII pun berhasil dikalahkan. Pasukan Banteng Reiders adalah pasukan yang dibentuk oleh Achmad Yani dalam rangka menumpas gerombolan DI/TI. Pasukan ini dapat bergerak cepat dalam cuaca dan medan yang paling sulit dan memiliki kemampuan menembak yang dapat dibanggakan. Seusai penumpasan DI/TII tersebut, ia kembali ke Staf Angkatan Darat.
Pada tahun 1955, Achmad Yani disekolahkan pada Command and General Staff College di Fort Leaven Worth, Kansas, USA selama sembilan bulan. Pada tahun 1956, beliau juga mengikuti pendidikan selama dua bulan pada Spesial Warfare Course di Inggris. Tahun 1958 saat pemberontakan Pemerintahan Revolusioner RI (PRRI) terjadi di Sumatera Barat, Achmad Yani yang masih berpangkat Kolonel diangkat menjadi Komandan Komando Operasi 17 Agustus untuk memimpin penumpasan pemberontakan PRRI dan berhasil menumpasnya. Hingga pada tahun 1962, ia diangkat menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat.
Dengan adanya pengalaman-pengalaman AD (Angkatan Darat) dalam operasi menumpas DI/TII, PRRI, banyak hal yang ditemukan dan banyak pula yang harus dibenahi. Achmad Yani membentuk komisi yang kemudian dikenal dengan nama Komisi Jani. Kerja mereka berbulan-bulan dengan banyak mengadakan perjalanan ke daerah-daerah untuk melihat keadaan dan kemampuan nyata AD. Untuk kerja Komisi Jani, beliau memilih orang-orangnya sendiri. Hasil kerja Komisi Jani ialah suatu reorganisasi yang menyeluruh, didasarkan pada konsep pertahanan keamanan rakyat secara semesta, yang distrukturalkan terutama pada kehandalan organisasi teritorial. Setelah menyelesaikan reorganisasi AD, Achmad Yani diperintahkan ke Eropa Timur memimpin suatu misi pembelian senjata.
Setelah Irian Barat diserahkan pada Republik Indonesia timbul masalah lain dalam negeri ini. PKI (Partai Komunis Indonesia) menjadi kuat karena mendapat dukungan dari Bung Karno. PKI memanfaatkan peristiwa PRRI dengan propaganda seolah-olah PKI-lah yang membela rakyat yang susah karena pemberontakan itu. Mereka sangat lihai memainkan perannya sebagai bunglon, sehingga PKI mendapat legalitas dan simpati. Dalam hal ini Achmad Yani kurang waspada.  
Achmad Yani selalu berbeda paham dengan PKI. Beliau tidak pernah setuju jika ada orang PKI duduk dalam kabinet. Dan beliau tidak pernah setuju atau pun mendukung Nasakom (Nasionalis Agama Komunis) sebagai tujuan akhir. PKI dan Angkatan Darat selalu bermusuhan meskipun dalam hal ini Bung Karno menghalang-halangi agar jangan sampai permusuhan tersebut muncul. Achmad Yani menolak keinginan PKI untuk membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai.
Dalam menghambat perkembangan pengaruh PKI, beliau melakukan berbagai upaya pada semua bidang dan tingkatan. Bukan hanya melalui lembaga-lembaga politik formal, tetapi juga lembaga-lembaga sosial politik lainnya. Oleh karena itu, ia menjadi salah satu target PKI yang diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI Angkatan Darat melalui Pemberontakan G30S/PKI (Gerakan Tiga Puluh September/PKI). Achmad Yani ditembak di depan kamar tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965 (dinihari). Jenazahnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur dan dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Achmad Yani gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Pangkat sebelumnya sebagai Letnan Jenderal dinaikkan satu tingkat (sebagai penghargaan) menjadi Jenderal.

1 komentar:

  1. SMOGA,,,BELIAU PARA JENDRAL, DI TERIMA DISISI TUHAN YME,WALAUPUN SAYA BELUM LAHIR DI JAMAN ITU, TAPI SAYA TAHU MEREKA PARA JENDRAL ADALAH ORANG2 TERBAIK YG INDONESIA PUNYA,, BRAVO PANCASILAKU,,,TETAPLAH BERDIRI TEGAK, UNTUK BANGSA INI,,YG MORALNYA SUDAH MULAI CARUT MARUT,,,

    BalasHapus